Ketika prasangka mendahului kebanggaan. Apa jadinya? Itu bukan lagi kebanggaan, tapi kesombongan belaka.
Diangkat dengan judul yang sama dari sastra klasik era Victorian oleh seorang penulis tersohor Inggris, Jane Austen.
Berbicara mengenai kisah cinta keluarga menengah-atas dalam kehidupan di akhir abad ke-19 dimana romantisme masih menjadi tema yang dominan.
Berawal di waktu subuh, Lizzie, panggilan akrab Elizabeth Bennet merupakan anak ke-2 dari 5 putri keluarga Bennet. Karena khawatir dengan kehidupan anak-anaknya kelak, Mrs. Bennet selalu berusaha menjodohkan putri-putrinya dengan orang kaya di lingkungan Netherfield. Adalah Mr. Bingley berhasil membuat Jane Bennet (putri pertama) jatuh hati. Namun, karena ada kesalahpahaman, kedua pasangan ini terpisah dan putus asa. Mr. Darcy yang menjadi teman baik Mr. Bingley berada diantara kedua orang ini (bukan dalam hal cinta segitiga). Sebelumnya, Mr. Darcy memiliki impression terhadap Lizzie karena argumennya yang menantang. Disini kita menemukan bahwa sosok perempuan itu tak selamanya harus polos.
Kemudian, Elizabeth Bennet mengunjungi rumah sahabatnya. Di Rosing, ia bertemu dengan Mr. Darcy. Pengakuan saat hujan menjadi proposal scene terbaik Mr. Darcy kepada Elizabeth. Kata-kata lamaran terbaik sepanjang saya menonton dunia perfilman. Di adegan ini, klimaks cerita. Sosok Mr. Darcy is gorgeous. Dia berbicara manly, mengakui semua perbuatannya, mengungkapkan segala keluh kesahnya. Menarik memang, disaat dia seolah dipandang sebagai pria terhormat dengan harga diri yang bermartabat malah menjadi korban tantangan jatuh cinta tanpa syarat. Walaupun Lizzie nyatanya hanyalah wanita biasa tak mengalah begitu saja menerima pinangan Mr. Darcy. Kesalahpahaman diantara mereka berlanjut.
Lizzie dengan prasangkanya.
Mr. Darcy dengan harga dirinya.
Namun seolah takdir mempertemukan kembali dua anak manusia yang dilanda cinta. Pertemuan yang tak disangka untuk kedua kalinya. Akankah dengan alasan yang sama lantas ungkapan rasa cinta itu akan berakhir bahagia? Silahkan Anda nonton filmnya. Intinya adalah bahwa cinta itu perbuatan, bukan sekedar ungkapan.
Memikirkannya tidaklah cukup untuk mencintainya. If you're serious, take an action and show it!
"Your hands are cold" adalah sebaliknya. Ia adalah tindakan nyata dari sebuah ungkapan cinta.
Amboi, dah hebat awak ni hahahaha…..
Pun berapa kali saya mengulang film ini, saya tak pernah bosan. Dengan alur sederhana namun kita disuguhi setting zaman Victoria yang sangat kental. I love UK!!
Tak salah memang mengapa banyak orang yang jatuh cinta dengan sosok Mr. Darcy. I blame Mr. Darcy for my high expectation of man. Now, I am Darcyliciouser hahahahahaha…………
Buat saya, 5 of 5 stars to this film.
Comments
Post a Comment