Untuk mengisi kekosongan waktu di malam yang panas dengan deraian air hujan yang tak tentu debitnya, ayah tanpa sengaja mendongeng untuk menghibur dua adikku yang masih imut-imut, yang masih enak dijadiin pesuruh di rumah. Heheheh… Tapi ternyata, dongeng itu memberikan efek mujarab. Apa hasilnya? Aku malah bernostalgia masa-masa kecil dulu. Aku yang masih tinggal di rumah lama dekat pantai, dengan masih memiliki teman se-permainan, dengan menerima cambukan sembari menghitungnya apabila aku melanggar.
Okey, biar aku perkenalkan. Ayahku adalah seorang pendongeng. Seorang pendongeng handal, menurutku. Maklum, dia adalah seorang guru bahasa. Sejak aku masih doyan nangis, setiap malam ayah pasti menceritakan suatu kisah. Ya, tentu saja itu dongeng. Cerita Abu Nawas, Si Buta, Raksasa, Nenek sihir, Si Kancil, Buaya, dan berbagai fabel lainnya selalu menjadi judul dari dongeng ayah. Aku mengingat ayah selalu mendongeng di atas tempat tidur. Dongeng-dongeng ayah pasti berhasil menjadi bahan tertawaan diantara kami bersaudara.
Dongeng itu menandakan suatu masa. Ketika kita selalu menjadi pendengar setia dari sebuah cerita dongeng, tentu saja di saat itu kita masih mengenyam pendidikan taman kanak-kanak atau sekolah dasar. Masa SMA masih mendengar dongeng? Kayaknya kurang pas deh. Dongeng itu identik dengan anak-anak. Dan novel itu identik dengan remaja dan orang dewasa. Mengapa demikian? Tentu saja hal itu berkaitan dengan perkembangan seseorang.
Hmm… Personally, I like fairy tales. Ya, aku rasakan sendiri, dongeng itu menjadi salah satu wadah pembentuk karakter bagi anak-anak. Aku pernah melihat acara di televisi bahwa sebenarnya, banyak manfaat dari cerita dongeng, tak hanya sebagai media hiburan. Itu fakta. Dalam cerita dongeng, kita diajarkan bahwa perbuatan buruk itu pasti akan membawa suatu bencana. Sebaliknya, perbuatan baik juga akan membawa manfaat. Dan juga, khususnya cerita si Abu Nawas memberikan inspirasi kepadaku mengenai suatu pemikiran yang harus cerdik. Tak seperti jalan pikiran orang pada umumnya. Sesuatu yang mungkin dianggap orang "aneh", bisa menjadi sebuah senjata khas untuk kita. Mungkin saja.
Jujur saja, aku merasa prihatin dengan masa sekarang. Ada saja sebagian anak-anak yang tak mengetahui cerita-cerita dongeng. Padahal melihat umur yang sesuai ditambah manfaat dongeng, setidaknya itu langkah positif. Aku pikir, alangkah baiknya jika orang tua memberikan sedikit saja waktu mereka untuk mendongeng bagi anak-anaknya yang masih kecil. Di samping itu, dengan orang tua mendongeng kepada anak-anaknya, mereka secara langsung merasakan kehangatan keluarga. Ini dapat menjadi faktor yang baik bagi komunikasi antara orang tua dan anak.
Okey, biar aku perkenalkan. Ayahku adalah seorang pendongeng. Seorang pendongeng handal, menurutku. Maklum, dia adalah seorang guru bahasa. Sejak aku masih doyan nangis, setiap malam ayah pasti menceritakan suatu kisah. Ya, tentu saja itu dongeng. Cerita Abu Nawas, Si Buta, Raksasa, Nenek sihir, Si Kancil, Buaya, dan berbagai fabel lainnya selalu menjadi judul dari dongeng ayah. Aku mengingat ayah selalu mendongeng di atas tempat tidur. Dongeng-dongeng ayah pasti berhasil menjadi bahan tertawaan diantara kami bersaudara.
Dongeng itu menandakan suatu masa. Ketika kita selalu menjadi pendengar setia dari sebuah cerita dongeng, tentu saja di saat itu kita masih mengenyam pendidikan taman kanak-kanak atau sekolah dasar. Masa SMA masih mendengar dongeng? Kayaknya kurang pas deh. Dongeng itu identik dengan anak-anak. Dan novel itu identik dengan remaja dan orang dewasa. Mengapa demikian? Tentu saja hal itu berkaitan dengan perkembangan seseorang.
Hmm… Personally, I like fairy tales. Ya, aku rasakan sendiri, dongeng itu menjadi salah satu wadah pembentuk karakter bagi anak-anak. Aku pernah melihat acara di televisi bahwa sebenarnya, banyak manfaat dari cerita dongeng, tak hanya sebagai media hiburan. Itu fakta. Dalam cerita dongeng, kita diajarkan bahwa perbuatan buruk itu pasti akan membawa suatu bencana. Sebaliknya, perbuatan baik juga akan membawa manfaat. Dan juga, khususnya cerita si Abu Nawas memberikan inspirasi kepadaku mengenai suatu pemikiran yang harus cerdik. Tak seperti jalan pikiran orang pada umumnya. Sesuatu yang mungkin dianggap orang "aneh", bisa menjadi sebuah senjata khas untuk kita. Mungkin saja.
Jujur saja, aku merasa prihatin dengan masa sekarang. Ada saja sebagian anak-anak yang tak mengetahui cerita-cerita dongeng. Padahal melihat umur yang sesuai ditambah manfaat dongeng, setidaknya itu langkah positif. Aku pikir, alangkah baiknya jika orang tua memberikan sedikit saja waktu mereka untuk mendongeng bagi anak-anaknya yang masih kecil. Di samping itu, dengan orang tua mendongeng kepada anak-anaknya, mereka secara langsung merasakan kehangatan keluarga. Ini dapat menjadi faktor yang baik bagi komunikasi antara orang tua dan anak.
Comments
Post a Comment