Hari ini aku sangat kesal kepada beberapa teman. Mood aku benar-benar gak baik. Pengennya ngambek terus. Jadinya selama upacara, aku hanya diam di barisan paling belakang. Aku benar-benar gak rela berada dalam sekumpulan teman yang tidak bertanggung jawab.
Jadi kemarin kan ada jadwal pembenahan kelas yang telah kami sepakati hari Sabtu agar semua teman datang membersihkan kelas hari Minggu pukul 09.00 pagi. Pas malam Minggu itu, ada beberapa teman yang sms aku, mereka bertanya jam berapa datangnya. Padahal, udah jelas jam 9 pagi, itu emang pertanda basa-basi aja. Jelas-jelas temanku yang cowok berteriak setengah mati saat jam TIK di lab. Hal yang udah jelas kok masih ditanyakan. Ini yang aku tidak suka.
Hmm, Minggu pagi perutku sedikit bergejolak, akibatnya aku telat ke sekolah. Aku udah ngambek nunggu angkot yang sebiji pun gak ada yang lewat. Sabar, 30 menit berlalu. Aku harus siap mendapat cemohan teman yang lain. Tiba di sekolah, menuju kelas dan ternyata GAK ADA ORANG. Lalu kulihat Akhsan yang mengatakan bahwa Chalid dan Amril sedang mengambil pernak-pernik kelas kami. What? Udah jam segini teman yang lain belum bermunculan. Ngambekku bertambah parah. Bagaimana tidak, aku bukan tipe cewek yang dengan mudah bercengkerama dengan teman cowok jika aku sendirian. Jadi aku hanya terdiam. Hanya bisa menunggu teman cewek lainnya yang benar-benar tidak bertanggung jawab. Sesekali aku menatap jalan yang sepi. Jika ada angkot yang singgah, aku berharap itu teman se-Polewali, yang lebih baik Aku Butuh Teman Cewek…
Teman cowok mulai sibuk membongkar lemari, mereka membersihkannya. Mereka juga mengganti semua meja dan kursi yang tidak layak. Aku kasian liat mereka. Namun aku malu ikut campur tangan. Mulutku membisu. Begitu sakit menunggu teman yang tak kunjung datang. Mana rasa pertanggungjawaban mereka? Tak ada yang bisa kulakukan. Tak mungkin aku pulang karena aku bendahara kelas. Banyak yang harus dibiayai.
Alhamdulillah, setelah berjam-jam, akhirnya Ria datang. Aku kini punya teman mengobrol. Sumpah, aku lega banget. Selang berapa lama, Sani pun datang disusul Sukma dan Rus Shinta. Saatnya kita beraksi. Kami membersihkan jendela-jendela yang bertahun-tahun penuh debu di bawah terik matahari siang bolong (pukul 12.00). Kami bercucuran keringat, bahu-membahu. Teman-teman yang tak bertanggung jawab bersenang-senang di rumah mereka yang bagaikan surga tanpa memikirkan di hari berikutnya bahwa kaca jendela telah kinclong. Si kembar pun datang. Namun mereka hanya membersihkan kaca selama 10 menit, tak kurang tak lebih. Akhirnya aku benar-benar capek. Aku beristirahat sebentar. Makan rujak yang dibawa Rus Shinta. Dan akhirnya aku pulang dengan memandangi ruang kelas yang begitu bersih.
Esoknya, dengan bangga teman-teman yang tidak bertanggung jawab memperkenalkan kaca jendela yang telah digosok dengan tangan kami sehingga menjadi kinclong. Bangga banget? Tanpa ada rasa bersalah telah melanggar komitmen kemarin. Emang dasar ya, mereka tak punya perasaan. Andai aku bukan pelajar kelas XII SMA, lebih baik aku pindah ke SMA lain, meninggalkan teman-teman yang egois tak bertanggung jawab, yang taunya eksis aja.
Tapi aku percaya, perasaan ini akan hilang sendirinya. Inilah lika-liku persahabatan.
Jadi kemarin kan ada jadwal pembenahan kelas yang telah kami sepakati hari Sabtu agar semua teman datang membersihkan kelas hari Minggu pukul 09.00 pagi. Pas malam Minggu itu, ada beberapa teman yang sms aku, mereka bertanya jam berapa datangnya. Padahal, udah jelas jam 9 pagi, itu emang pertanda basa-basi aja. Jelas-jelas temanku yang cowok berteriak setengah mati saat jam TIK di lab. Hal yang udah jelas kok masih ditanyakan. Ini yang aku tidak suka.
Hmm, Minggu pagi perutku sedikit bergejolak, akibatnya aku telat ke sekolah. Aku udah ngambek nunggu angkot yang sebiji pun gak ada yang lewat. Sabar, 30 menit berlalu. Aku harus siap mendapat cemohan teman yang lain. Tiba di sekolah, menuju kelas dan ternyata GAK ADA ORANG. Lalu kulihat Akhsan yang mengatakan bahwa Chalid dan Amril sedang mengambil pernak-pernik kelas kami. What? Udah jam segini teman yang lain belum bermunculan. Ngambekku bertambah parah. Bagaimana tidak, aku bukan tipe cewek yang dengan mudah bercengkerama dengan teman cowok jika aku sendirian. Jadi aku hanya terdiam. Hanya bisa menunggu teman cewek lainnya yang benar-benar tidak bertanggung jawab. Sesekali aku menatap jalan yang sepi. Jika ada angkot yang singgah, aku berharap itu teman se-Polewali, yang lebih baik Aku Butuh Teman Cewek…
Teman cowok mulai sibuk membongkar lemari, mereka membersihkannya. Mereka juga mengganti semua meja dan kursi yang tidak layak. Aku kasian liat mereka. Namun aku malu ikut campur tangan. Mulutku membisu. Begitu sakit menunggu teman yang tak kunjung datang. Mana rasa pertanggungjawaban mereka? Tak ada yang bisa kulakukan. Tak mungkin aku pulang karena aku bendahara kelas. Banyak yang harus dibiayai.
Alhamdulillah, setelah berjam-jam, akhirnya Ria datang. Aku kini punya teman mengobrol. Sumpah, aku lega banget. Selang berapa lama, Sani pun datang disusul Sukma dan Rus Shinta. Saatnya kita beraksi. Kami membersihkan jendela-jendela yang bertahun-tahun penuh debu di bawah terik matahari siang bolong (pukul 12.00). Kami bercucuran keringat, bahu-membahu. Teman-teman yang tak bertanggung jawab bersenang-senang di rumah mereka yang bagaikan surga tanpa memikirkan di hari berikutnya bahwa kaca jendela telah kinclong. Si kembar pun datang. Namun mereka hanya membersihkan kaca selama 10 menit, tak kurang tak lebih. Akhirnya aku benar-benar capek. Aku beristirahat sebentar. Makan rujak yang dibawa Rus Shinta. Dan akhirnya aku pulang dengan memandangi ruang kelas yang begitu bersih.
Esoknya, dengan bangga teman-teman yang tidak bertanggung jawab memperkenalkan kaca jendela yang telah digosok dengan tangan kami sehingga menjadi kinclong. Bangga banget? Tanpa ada rasa bersalah telah melanggar komitmen kemarin. Emang dasar ya, mereka tak punya perasaan. Andai aku bukan pelajar kelas XII SMA, lebih baik aku pindah ke SMA lain, meninggalkan teman-teman yang egois tak bertanggung jawab, yang taunya eksis aja.
Tapi aku percaya, perasaan ini akan hilang sendirinya. Inilah lika-liku persahabatan.
Comments
Post a Comment